Namanya Karangkulon, sebuah dusun nan indah dan sejuk di
atas bukit sudut Yogyakarta. Kesan pertama saat saya menginjakkan kaki di dusun
yang berada di kawasan makam raja Imogiri ini (pertengahan 2010) adalah rasa
nyaman dan tenang a la pedesaan Jawa.
Semakin lama tinggal disini saya semakin senang, terutama saat malam,
saya bisa melihat ratusan kunang-kunang bebas beterbangan di atas persawahan. Pengalaman
yang belum pernah saya rasakan seumur hidup sebelum datang ke Karangkulon.
Saat saya datang ke Dusun Karangkulon, Desa Wukirsari,
Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul Provinsi DI Yogyakarta, saya menemui sebuah
paguyuban batik tulis yang didirikan oleh Masyarakat Mandiri (dulunya berada
satu naungan dengan Dompet Dhuafa Republika). Paguyuban batik Giriloyo namanya.
Batik produksi paguyuban ini sudah laris manis di pasar bahkan sampai ikut
pameran-pameran batik internasional.
Siapa yang sangka, empat tahun sebelum kedatangan saya ke
dusun ini rumah-rumah disini hancur, rubuh, nyaris tak bersisa. Ya, gempa jogja
2006 adalah penyebabnya. Gempa yang merusak semua rumah warga di Karangkulon,
juga merusak alat-alat membatik yang dimiliki warga untuk mencari nafkah
sebagai buruh batik. Awalnya semua mengira bencana ini menghancurkan masa depan
para buruh batik ini, namun ternyata yang terjadi adalah sebaliknya. Pasca
gempa jogja 2006 banyak LSM berdatangan menawarkan bantuan. Mulai dari bantuan
yang jangka pendek hingga bantuan jangka panjang. Salah satu bentuk bantuan jangka
panjang dari LSM yang datang adalah pendirian paguyuban batik. Dompet Dhuafa
melalui anaknya Masyarakat Mandiri membentuk paguyuban batik tulis Giriloyo
yang pernah mencetak rekor MURI, batik terpanjang dan tas batik terbesar di
Indonesia.
Ibu-ibu ai mis yuuuu... [sumber: facebook Sarisumekar] |
Salah satu kelompok batik anggota paguyuban adalah kelompok
Berkah Lestari. Kelompok inilah yang dulu menjadi objek penelitian mengenai
program bantuan ekonomi pasca bencana. Berkah Lestari dipilih karena ia adalah
kelompok batik teraktif di paguyuban ini. Selain aktif kelompok ini sangat
berprestasi. Walau taka da satupun yang lancer berbahasa Inggris tapi anggota
kelompok ini telah berhasil mengekspor batiknya hingga ke Amerika dan mengikuti
pameran-pameran batik berkeliling Eropa.
Banyak sekali perubahan di dusun ini setelah masuknya
bantuan pasca bencana dari Masyarakat Mandiri (MM). Selain dana bantuan yang
diberikan oleh MM adalah pelatihan membatik, membuat pola, mewarnai dengan
pewarna alami dan sintetis, serta pelatihan administrasi agar masyarakat dapat
menjalankan bisnis batik ini dengan baik. Perubahan terbesar secara ekonomi
adalah perubahan status masyarakat dari buruh batik menjadi pemilik usaha batik
sendiri. Secara sosial pun terlihat kekerabatan yang semakin lekat akibat
adanya galeri batik yang dimiliki kelompok dan paguyuban. Galeri ini menjadi
tempat berkumpul untuk membatik, tempat transaksi batik dengan pelanggan, dan tempat
pelatihan bagi turis. Dan perubahan yang paling disyukuri oleh masyarakat
adalah perubahan ilmu. Sebagai buruh batik mereka hanya tau cara melukis malam (lilin) di atas kain yang sudah
terpola. Mereka tidak tau pola-pola batik, mereka juga tidak tahu cara
mewarnai, cara mlorot (melepaskan lilin), apalagi cara menjual kain.
Sebenarnya saya ingin mengambil kesimpulan dari penelitian
saya ini tentang betapa pentingnya menyalurkan sedekah dan infaq dalam hal ini bantuan
bencana kepada lembaga yang tepat dan terpercaya. Bantuan yang tepat sasaran
akan bermanfaat jangka panjang dan dapat memulihkan kemandirian ekonomi warga.
Walau tak dipungkiri masyarakat bencana juga butuh bantuan jangka pendek agar
mereka dapat bertahan hidup. Walau penelitian ini gagal jadi skripsi saya
karena saya tidak dapat melanjutkan penelitian hingga tuntas akibat letusan
merapi tahun 2010, tapi saya senang sekali mengenal kelompok batik ini.
Dua tahun setelah Masyarakat Mandiri memberikan bantuan,
kelompok batik Berkah Lestari telah mampu berjalan sendiri. Tetap eksis dan
semakin maju. Sekarang nama kelompok Berkah Lestari telah diubah menjadi
kelompok batik Sarisumekar dan sampai saat ini saya masih sering berkomunikasi
dengan anggotanya. Bangganya dengan tradisi Indonesia.
satu-satunya foto yang tersimpan saat di Karangkulon, saya masih hitam, gendut dan belum ada yang naksir (apadeh) |
0 comments
Terima kasih sudah membaca, silakan tinggalkan komentar di tulisan ini