24 Oktober 2020
Kami mendadak pulang ke Palembang. Gak ada alasan lain selain PENGEN PULANG AJA, rindu.. Alasan pendukung paling besar adalah kantor suami menerapkan WFA alias work from anywhere, boleh dimana saja, gak harus di kantor dan gak boleh ke kantor untuk sementara waktu. Sekolah anak-anak pun belajar daring.
Suami bilang "bun ayo siap-siap mudik, siang ini kita berangkat" itu jam 9 pagi, saat Syira anak kedua kami masih sekolah online. Saya kira ajakan ini becandaan belaka, jadi saya hiraukan.
Ternyata jam 10 suami marah "Kenapa gak beres-beres? Cepetan biar gak kemaleman di jalan!" saya pun kaget. Lha ini beneran ternyata...
Akhirnya saya beres-beres kebut, sebetulnya paling gak suka disuruh beberes buat mudik mendadak gini. Karena banyak yang harus dipersiapkan mulai dari apa saja yang harus dibawa, cucian baju harus kosong, cucian piring juga, sampah harus di luar, isi kulkas harus "bersih" gak boleh ada sayuran karena pasti busuk, freezer harus super beku biar awet, ikan-ikan di kolam ikan gimana cara makannya, tanaman di kebun harus dipupuk dulu dll. Sewajarnya bagi saya persiapan mudik ini satu hari sebelum keberangkatan. Pusing banget kan..
Akhirnya jam 12 siang sudah beres semua. Ternyata kalo dipaksa bisa juga walau rasanya sendi-sendi nyeri, tulang belakang serasa mau rontok heu... Setelah makan siang dan sholat kami segera berangkat.
Berangkat ke Palembang |
Perjalanan ke Palembang dari Pekanbaru memakan waktu lebih kurang 16 jam. Biasanya kami menginap di Jambi yang jaraknya 10 jam dari Pekanbaru. Tapi karena 10 jam dari jam 1 siang adalah jam 11 malam, suami jadi males nginep di Jambi. Semacam buang-buang waktu dan buang-buang uang karena nginepnya cuma sebentar plus pandemi juga. Akhirnya suami trabas terus sampe Palembang.
Jadi, jika kami berangkat jam 1 siang, harusnya kami akan tiba di Palembang jam 5 pagi esok harinya. Tapi karena ngantuk juga ya nyetir malem, jam 3 pagi saat kami tiba di Rumah Makan Pagi Sore Sungai Lilin, kami memutuskan untuk parkir, tidur di mobil sebentar sambil menunggu adzan subuh. Setelah sholat subuh kami sarapan sebentar lalu berangkat lagi. Kami tiba di Palembang jam 7.30 pagi.
16 November 2020
Kami masih di Palembang. Malam itu Ine (nenek saya) yang sudah empat bulan dirawat di rumah ibu pasca operasi akhirnya berpulang ke rahmatullah. Tangis keluarga tak tertahankan. Anak-anak Ine semua datang ke rumah ibu untuk menemani saat-saat terakhir ine. Kami berduka.
Ine kami Ningda binti Hapidin |
16 Desember 2020
Hari ini terakhir pembelajaran jarak jauh semester 1 anak-anak. Pas sudah sebulan kepergian Ine. Suami tiba-tiba mengajak kami mudik ke Bandung, kampung halaman mama mertua. Sama seperti cerita sebelumnya, ngajak mudiknya jam 9.30 pagi berangkatnya jam 2 siang. Mantep banget siap-siapnya udah kayak apa itu heuheu...
Kami tau mudik di masa pandemi ini ngeri-ngeri sedap dan agak bandel ya. Tapi karena pengalaman menerapkan 3M selama perjalanan, kami jadi berani mudik ke Bandung dari Palembang via darat alias bawa mobil sendiri. Kami bawa bekal. Kalau pun harus makan di tempat umum, kami pastikan hanya sebentar dan tempatnya sepi hingga kami bisa tetap jaga jarak. Kami terus pakai masker kecuali di mobil. Kami juga tidak naik ke dek atas penumpang saat di kapal dan memutuskan untuk duduk lesehan di parkiran kendaraan kapal yang alhamdulillahnya sepi dan terbuka jadi tidak panas. Kami juga tidak lupa untuk cuci tangan dan rajin mandi selama mudik ini.
Mobil ini nyampe Semarang juga. MasyaAllah.. |
Prinsip inilah yang akhirnya membawa kami berani jalan-jalan ke Serang, Karawaci, Bogor, Bandung, Semarang hingga Jogja dari tanggal 16 sampai 22 Desember 2020. Seminggu doang dan cukup menyesal karena capek. Jalan-jalan sebentar-sebentar banget plus gak berani 'kemana-mana', kulineran pun di gofood ke hotel 😅
25 Desember 2020
Setelah istirahat sebentar di rumah mertua, tanggal 25 Desember kami menginap di rumah ayahku. Kebetulan ayah ulang tahun dan sendirian di rumah karena ibu dan adik-adik sedang mudik ke kampung untuk acara 40 hari Ine. Ibu dan adik-adik di kampung hingga tanggal 26 Desember. Awalnya saya ingin ikut ke kampung, tapi karena kami lumayan capek jadi kami istirahat saja di rumah.
Tiga hari setelah pulang dari kampung, 29 Desember, adikku sakit. Dia demam dan tampak sedikit flu. Tanggal 30 Desember kami menginap di rumah mertua lagi. Tanggal 31 kami pulang ke Pekanbaru.
Sesampainya di Pekanbaru 1 Januari 2021, suami mengeluh tidak enak badan. 2 Januari 2021 suami mulai demam. Lalu saya bercerita lah pada keluarga kalau suami demam. Ibu saya akhirnya jadi bercerita bahwa ayah saya juga demam, adik ipar, keponakan saya, kakek dan beberapa saudara saya di kampung juga demam. Saya masih denial, saya pikir suami demam karena kecapean plus kehujanan di jalan kemarin. Kebetulan di perjalanan kemarin hujan deras sepanjang jalan, jadi jika kami berhenti untuk sholat, makan atau sekedar ke toilet umum, kami pasti kehujanan.
3 Januari 2021 saya juga demam. Saya masih denial, saya pikir saya kecapean karena beberes rumah yang kosong 2 bulan ini. Sepanjang beres-beres juga saya bersin-bersin karena saya punya alergi debu. Saya yakin kalau saya bersin alergi karena tiap kali saya keluar rumah (sekedar ke halaman), bersinnya hilang dan hidung berasa lebih nyaman. Saya dan suami demam hingga tanggal 7 Januari. Seminggu.
5, 6 dan 7 Januari anak-anak kami juga satu persatu demam. Di sini saya mulai curiga, puncaknya tanggal 8 Januari akhirnya kami tes rapid antigen mandiri di RS Hermina Pekanbaru. Hasilnya tentu saja POSITIF.
Begitulah ceritanya.
Kami berdua yakin kami tertular dari cluster keluarga saya pasca acara 40 harian Ine. Karena mertua yang ikut mudik ke Bandung, adik ipar yang kami kunjungi di Bandung, kakak ipar di Karawaci semua sehat wal 'afiat. Juga karena sebagian besar keluarga di kampung juga seluruh anggota keluargaku (ayah, ibu, adik-adik dan keponakan-keponakan) demam dengan gejala yang sama.
Sesungguhnya cluster keluarga ini memang banyak ya.. Saat demam kemarin adik saya yang pertama kali demam di rumah tetap pakai masker tapi namanya juga tinggal satu rumah, satu keluarga kalau makan adikku juga tetap harus buka masker kan?
Yah jadi begitulah.. kadang kami jadi berpikir, masih lebih aman liburan dari pada mudik karena pasti akan lepas masker di rumah keluarga inti huhu... padahal tertular corona juga kuasa Allah semata.. Qodarullah.