Tau istilah korea wave ga? itu lho yang banyak orang jadi suka sesuatu yang bernuansa korea. Lagu korea (k-pop), drama korea, dandanan korea (bb cream salah satunya), fashion korea, makanan korea dan joget korea... oopp.. ooop...ooopopop.. oppi kandang stlye... (toel opi, temen saya yang punya usaha kambing-kambingan).
Nah saya mau nulis tentang halal wave...
Nemu di twitter @halalcorner dulu ada yg mention ini ke akun tsb dan lupa nama yang ngirim. maaf yo, tak pinjem gambare.. |
SMA semakin banyak hal yang saya lakukan di internet tapi
sepertinya masih belum terarah. Masih sejenis alay yang sibuk update di
Friendster. Duilah.. apa kabar ya itu
status-status abege guweeeeh...
Nah barulah saat kuliah di jaman serba jauh terutama jauh
dari keluarga dan jauh dari kesenangan hidup penuh pelayanan, saya aktif sekali
internetan. Saya sudah menjalankan fungsi internet sebagaimana mestinya, bukan
hanya untuk mendaftar di sosial media. Saya berkirim kabar ke keluarga di
Sumatera dan saya mulai mengirim tugas perkuliahan via email, saya mulai
browsing bahan kuliah via google dan melepas kejenuhan dengan menghubungi teman
lama via yahoo messager.
Perkembangan sosial media sepertinya terjadi di akhir tahun
2008 menjelang 2009. Saat itu facebook menjadi situs paling fenomenal. Setelah
facebook mulai ditinggalkan karena penuh dengan kealayan (mulai dari nama alay,
foto alay sampai status alay dan jualan alay), orang-orang mulai ramai
mengungsi ke twitter di 2010. Saya sendiri baru aktif twitteran di 2011 walau
telah membuat akun di tahun 2009. Dan menurut saya twitter adalah media sosial
yang paling mencerdaskan hingga saat ini.
Saya senang sekali karena sering dapat ilmu gratisan dari
twitter, senang karena bisa menyimak dan bertanya langsung ke ustadz ternama
tetang agama di twitter, dan twitter memang menyenangkan. Dan untuk semua
kesenangan itu menurut saya sayang sekali rasanya jika twitter malah digunakan
sebagai pengganti SMS. Bukannya masih ada fasilitas DM ya?
Ga boleh nyinyir Des,
suka-suka orang kali… | iyah.. maaf ya..
Seingat saya tahun 2011 sahabat saya Rizka bekerja di LPPOM
MUI. Nah sejak saat itu saya mulai mengalami “sadar halal”. Sadar halal ini
makin kuat saat saya merambah ke twitter. Di sana ada akun baik hati
@halalcorner yang mau berkicau panjang lebar tentang pentingnya halal. Katanya
agar hidup kita berkah, agar sehat dan sesuai perintah Allah. Akun ini juga
baik hati menjawab pertanyaan followersnya sekitar “produk ini sudah halal atau
belum ya, ada sertifikat halal (SH) MUI nya ga?”.
Kesadaran halal juga didukung oleh pihak MUI yang secara
resmi dan terbuka mengadakan lomba kepenulisan tentang pentingnya produk halal.
Satu lagi pendukung gerakan sadar halal ini adalah berkembangnya komunitas
wanita berjilbab (hijabers) yang makin hari makin banyak peminatnya.
Saya sendiri sekarang setiap mau membeli makanan mulai
memperhatikan sekali label halal. Makin banyak tau makin hati-hati. Dulu sih mulai
memperhatikan tapi ga sampe “sebegitunya” mempengaruhi keputusan membeli.
Sekarang kalo ga ada SH nya saya ga akan beli. Walaupun pengen banget makan
makanan itu atau pake produk itu.
Misalnya saya yang pencinta seafood dulu ga mau ke d’cost
walau saya pengeeeen banget makan disana. Hanya karena d’cost belum ber-SH. Pun saat mau ke Solaria atau Hanamasa. Rasanya
mending saya makan junkfood di KFC atau puas makan makanan jepang di Hokben dari pada
harus mengkonsumsi makanan yang belum ada SHnya, yang belum tentu
kehalalannya. Saya lebih milih dunkin’
donuts daripada JCo atau breadtalk walau JCo lebih cihuy rasanya, hanya karena
sang label halal.
Nah ternyata sadar halal ini bukan hanya saya dan para
konsumen yang merasakan, para produsen juga mulai sadar. Maka D’cost sekarang
sudah berSH. Bakso di kampus IPB pun ada SH nya. Bahkan make up sariayu juga
ada SHnya. Saya bahkan pernah melihat
tissue Paseo berlabel halal MUI. Keren ya… Halal wave mulai merambah
kemana-mana. Masyarakat mulai pede dengan aksesoris ketaatannya. Masyarakat
juga perlahan mulai meninggalkan yang meragukan. Resto yang belum ber-SH
perlahan mulai ditinggalkan. Yang sadar mulai berupaya mendapat sertifikasi
halal, yang belum? Ya siap-siap kehilangan pelanggan.
2 comments
Nah, setuju dengan yang seperti ini memanfaatkan sosial media untuk hal-hal yang berguna, dari pada bikin twitt war ya :)
ReplyDeleteBakso apa di Kampus IPB yang ada sertifikat halalnya?
wuaaaa makpuh... (noraaaak Des noraaak :P)
DeleteBakso favorit namanya mak.. di depan bank BRI, di pertigaan, kalo maen ke IPB mampir deh mak, enak lho baksonya :D
Terima kasih sudah membaca, silakan tinggalkan komentar di tulisan ini