CPPS (Bagian 3) : Monster

Akhirnya pertengahan 2011 saya mendapatkan ide tema skripsi untuk saya kerjakan. Saya menulis soal moda transportasi massa, fenomena yang menjadikan Bogor disebut-sebut kota seribu angkot. Saya mencoba mengambil hubungan antara komunitas supir angkot dengan kesejahteraan supir.

Komunitas supir angkot?
Iya, ternyata ga cuma pemilik mobil pribadi saja yang punya komunitas, supir angkot pun punya. Yang pernah, sedang dan akan ke Bogor, coba perhatikan beberapa angkot di Bogor. Ada beberapa angkot dengan stiker besar di kaca depan dan/atau belakang angkot. Biasanya tulisannya MONSTER, SALAH GAUL, THE DOCTOR, nah ini ternyata bukan stiker asal stiker lho. Stiker ini adalah penanda bahwa sang supir angkot (yang belum tentu pemilik angkot) adalah anggota klub tertentu.

monster (sumber disini)

Saya nemu gambar angkot ini di blog anggota monster lho.. Luar biasa, saya baru tau, mereka emang gaol abez hehe..

Oh iya saya memutuskan untuk meneliti MONSTER dikarenakan mereka komunitas angkot terbesar di Bogor, bahkan sudah mencapai Jabodetabek, Serang dan Bandung. Monster ini singkatan dari Moda transportasi terpadu rakyat (kalo ndak salah inget).

Kenapa komunitas supir angkot ini menarik?
Karena untuk bergabung dengan klub ini mereka dikenakan biaya, ada setoran, serta memasang atribut ini sendiri, dan jika mereka bukan pemilik angkot, mereka juga harus izin dulu kepada pemilik angkot untuk memasang atribut klub. Jika pemilik angkot tidak mau, mereka tidak segan-segan untuk berhenti dan mencari pemilik angkot lainnya yang bersedia mobilnya dihias ala klub mereka (hasil wawancara dengan supir).

Nah loyalitas mereka terhadap klub ini menjadi pertanyaan sendiri bagi saya, kenapa begitu loyal? Apa pengaruh klub bagi kehidupan sosial dan ekonomi mereka?

Saya akhirnya menulis, mengumpulkan literatur, menganalisis dan akhirnya proposal selesai di bulan november. Saya tidak menduga ternyata literatur mengenai angkot pada penelitian sebelumnya di IPB masih sangat sedikit. Bisa hitungan jari. Saya malah menemukan penelitian mengenai angkot yang ditulis oleh mahasiswa FISIP UI.


Ingatkah teman-teman bahwa 2011 adalah tahun tingkat kriminalitas terhadap perempuan yang terjadi di dalam angkot meningkat. Pemberitaan ini sempat membuat dosen pembimbing saya khawatir terhadap keselamatan saya saat penelitian. Maka beliau menyarankan saya untuk selalu ditemani saat melakukan penelitian.

Selesai menulis proposal, saya punya ribuan alasan lain untuk menghindari penelitian. Selain alasan di atas, saya juga sedang mempersiapkan pernikahan. Saya bolak-balik Palembang-Bogor sebulan sekali. Alhasil penelitian baru selesai tahun 2012 mihihihi... Saat saya sedang mengandung Sachie dan usia kandungan sudah 6 bulan. Selesai penelitian apa yang terjadi?

Penelitian saya ditolak sodara-sodara. Jarangnya pertemuan dengan dosen pembimbing dikarenakan kesibukan masing-masing (siapa gueeeeehh??!!! hahaha..) menyebabkan banyak miss komunikasi di antara kami. Setelah membaca hasil mentah penelitian saya, dosen menganggap bahwa penelitian saya terlalu menjurus ke arah ekonomi, bukan seperti skripsi mahasiswa komunikasi dan pengembangan masyarakat lainnya. Dan saya akui beliau benar.

Alhamdulillahnya beliau tawarkan solusi. "Teliti komunitas petani sayur di desa Ciaruteun Ilir, lihat bagaimana jaringan komunikasi yang terbentuk.." dan tema detail ini membimbing saya pada penelitian berikutnya...

Bersambung..

You Might Also Like

0 comments

Terima kasih sudah membaca, silakan tinggalkan komentar di tulisan ini