Kandidat Jodoh



Seperti kematian dan rezeki, jodoh adalah kepastian dari Allah yang Ia jadikan rahasia. Rahasia tentang seperti apa bentuknya, bagaimana cara kita menemukannya dan kapan waktunya. Kita berhak berusaha dan berdoa agar sang rahasia itu sesuai dengan apa yang kita usahakan dan kita doakan selama ini.

Sebagian orang dipertemukan Allah dengan beberapa “kandidat” jodoh sebelum akhirnya menemukan jodoh yang sesungguhnya. Selanjutnya kita akan menyebut kandidat jodoh ini dengan mantan pacar. Bagi orang yang terlanjur pacaran, mantan pacar memberi beberapa jenis kenangan yang berbeda pada tiap orangnya. Ada yang punya kenangan bahagia, ada yang sedih, ada yang menyakitkan, ada yang mendewasakan, ada juga yang membuat kita benci sekali untuk mengingatnya. Walau begitu sebaik apapun, semanis apapun dan seindah apapun kenangan dengan mantan pacar, saya tetap sangat menganjurkan agar teman-teman yang belum punya pacar (terutama yang tidak pernah pacaran) agar terus bertahan untuk tidak pacaran. Karena percayalah, sebaik apapun hikmah yang diambil, pacaran tetaplah dosa. 

Baiklah kembali ke topik.

Ada beberapa ungkapan yang sering orang gunakan untuk menggambarkan keberadaan sang mantan. Misalnya

“kadang kita dipertemukan dengan orang yang salah sebelum dipertemukan dengan orang yang benar”

Dalam banyak hal saya tidak sepakat dengan ungkapan ini. Kenapa? Karena ungkapan ini seperti sebuah penghakiman bahwa mantan pacar adalah orang yang salah, orang yang buruk (terlepas dari kenyataan bahwa pacaran memanglah sebuah dosa).

Dalam bayangan saya, orang yang salah atau orang yang buruk tidak jauh dari permisalan seorang pria yang pemalas yang pada akhirnya ketika menjadi suami ia malas-malasan mencari nafkah, atau wanita pemalas yang ketika menjadi istri malah tidak mau melayani suaminya, orang-orang yang tidak sholat, tidak puasa, pemabuk, suka berjudi, berkata-kata kasar, memukul, durhaka pada orang tua dan semua sifat yang mencerminkan bahwa ia bukan orang yang taat pada agamanya. 

Bukankah tidak semua mantan begitu?
Coba ingat-ingat lagi alasan kenapa dulu jatuh cinta lalu kenapa pula putus? Jika penyebab putus adalah  dia sering membuatmu menangis, benarkah ia membuatmu menangis karena dia buruk? Atau kita saja yang terlalu melankolis, terlalu drama melihat kenyataan. Hanya karena dia tidak perhatian (dengan menanyaimu “lagi apa sayang?” setiap saat) lalu kita menangis dan minta putus. Apakah itu berarti dia orang yang buruk? Tidak. Saya rasa tidak.

Izinkah saya bercerita tentang seseorang dari masa lalu saya. Saya dulu sempat dekat dengan seorang pria. Sejak kelas lima sekolah dasar hingga kelas dua sekolah menengah pertama. Pacaran? Itu mungkin istilahnya. Tapi kami tak menggunakannya. Kami tidak pacaran seperti teman-teman lainnya. Dulu waktu saya SMP, beberapa teman sudah merasakan first kiss. Saya dan dia? Tidak! bergandengan tangan saja tidak pernah. Jalan-jalan berdua juga tidak pernah. Dia dengan sangat baik menjaga saya. Dulu kami hanya bercerita banyak hal, bertukar pikiran lewat surat. Saya menyimpan fotonya, begitu juga dia. Karena kebetulan kami juga beda sekolah. Lalu kenapa putus? Simple saja, saya bosan, saya tidak mau pacaran, saya merasa tidak butuh pacar. Lalu apakah pria sebaik dia mendadak jadi buruk karena telah menjadi mantan saya? Jelas tidak.

Selain alasan-alasan sepele, ada pula yang putus karena hal-hal besar. Misal karena restu orang tua. Bisa jadi ibu atau ayah salah satu pihak tidak suka dengan kandidat jodoh yang dibawa. Jika orang tua tidak suka lalu apakah mantan pacarmu menjadi buruk? Belum tentu.

Saya (sebagai calon orang tua) sepakat bahwa orang tua tidak selalu benar, walau ridhonya adalah ridho Allah jua. Orang tua bisa keliru. Orang tua tetaplah manusia yang bisa salah. Itulah kenapa ada ilmu komunikasi yang bisa kita pelajari dan terapkan untuk terus berkomunikasi dengan baik (ahsan) untuk mendapatkan ridhonya.

Ada yang tidak bisa terima jika orang tua bisa salah? Baiklah saya beri contoh. Dulu ibu saya melarang saya berjilbab, beliau tidak tahu hukumnya, beliau berdalih bahwa sebaiknya saya berjilbab setelah menikah. Wah berapa banyak dosa yang akan saya dan ibu tanggung jika harus mengikuti perintah ibu, maka saat itulah saya belajar mengkomunikasikan kepada ibu, pelan-pelan dan dengan cara yang baik. Pernah sekali saya ngotot. Lalu ngototnya saya membuat hubungan kami renggang.  Setelah mempelajari ilmu komunikasi di bangku perkuliahan, saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam banyak kasus komunikasi bukan pesannya yang salah tapi bagaimana cara menyampaikan pesan yang mengundang kesalahpahaman.


Tentang jodoh, orang tua bisa saja salah karena kesan pertama yang didapat tidak baik. First impression pada seseorang kadang sangat mempengaruhi pandangan orang tersebut berikut-berikutnya. Jika kita yakin sang kandidat jodoh adalah orang yang baik maka bisa mengkomunikasikan, tapi jika kita merasa dia buruk (pemabuk, suka memukul dkk seperti yang saya tulis di atas) buat apa pula dipertahankan.

Ada juga yang putus karena ketidaksamaan karakter. Misalnya kita punya pasangan yang cuek, sedang kita inginnya dia terus-terusan perhatian. Atau kita orang yang cemburuan lalu sang pasangan adalah orang yang ramah dan mudah bergaul. Ketidaksamaan karakter seperti ini juga lantas tak bisa membuatmu beranggapan bahwa mantanmu adalah orang yang buruk. Ia hanya tak cocok denganmu dan kalian tidak berjodoh. Titik.

Meminjam kata-kata Fazlur (@ffazzle) “Saat dua potongan puzzle tidak bisa bersatu, itu bukan karena salah satu dari mereka tidak baik.. hanya tidak cocok.. dan pasti ada potongan lain yang cocok J

Simpelnya, kalo ga jodoh ya ga jodoh aja, jangan malah ngejelek-jelekin orang lain karena dia ga jadi sama kamu, berbesar hati lah.. Salam hangat dari kota hujan. Desni.

You Might Also Like

2 comments

Terima kasih sudah membaca, silakan tinggalkan komentar di tulisan ini